Minggu, 09 Desember 2012

Tentang Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta


Sejarah Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Muallimin merupakan nama pendek dari Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Sekolah ini juga sering disebut secara pendek m3in (baca: Emgain) oleh para alumninya. Ia terletak di jantung kota Yogyakarta dan termasuk sebagai salah satu sekolah yang memiliki sejarah yg cukup panjang khususnya berkaitan dengan pendirian dan perkembangan organisasi Muhammadiyah di Indonesia.
Muallimin bukanlah sekolah Muhammadiyah biasa. Ia mem iliki predikat sebagai Sekolah Kader Muhammadiyah, di mana banyak alumninya mengabdikan dirinya dalam perjuangan organisasi ini, baik dari tingkat Ranting hingga tingkat Pimpinan Pusat.
Sejarah Berdirinya Muallimin
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1918 dengan nama “Qismul Arqa” di Kampung Kauman Yogyakarta (Alfian, 1989). Sepanjang sejarahnya, Madrasah al-Qismu al-Arqo mengalami beberapa kali perubahan nama. Secara kronologis, perubahan nama ini dimulai dari Madrasah al-Qismu al-Arqo kemudian Hogere Muhammadijah School, kemudian Kweekschool Islam dan menjadi Kweekschool Muhammadijah. Nama Kweekschool muncul dalam pikiran KH Ahmad Dahlan setelah kunjungannya dari Kweekschool Katholik di Muntilan (Sejarah Muhammadiyah, tt). Pada mulanya sekolah ini bertempat di Kauman. Kemudian pindah ke Ketanggungan Wirobrajan (sekarang Jl. Letjend. S. Parman 68). Pada tahun 1952, Comite Ara-ara melaporkan telah berhasil mendirikan bangunan permanen sekolah meliputi ruang kelas, masjid, rumah direktur dan sebagainya (Soeara Muhammadijah, 1952). Perubahan nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadijah terjadi pada tahun 1941 berdasar hasil kongres Muhammadyah ke-23 19-25 Juli 1934 di Yogyakarta (Soeara Muhammadijah, 1941). Nama Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dipergunakan hingga sekarang. Perubahan nama ini bermula dari kritik para warga Muhammadiyah, mengapa harus memakai nama sekolah Belanda; Kweekschool, padahal ijazahnya dan kurikulumnya jelas berbeda.

Pada mulanya, sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk mencetak muballigh, guru dan pemimpin Muhammadiyah. Awalnya sekolah ini lebih mirip sebagai pesantren dengan mengadopsi sistem dan metode pendidikan modern. Namun setelah berubah menjadi Hogere Muhammadijah School, kurikulumnya ditambah dengan pelajaran ilmu sekuler/umum. Materi kurikulum sekolah yang meliputi ilmu agama dan ilmu sekuler/umum menjadi satu wujud cita-cita dan eksperimen KH Ahmad Dahlan untuk mendamaikan dua kutub ilmu tersebut dalam sistem pendidikan Muhammadiyah. Versi lain menyebutkan bahwa latar belakang pendirian al-Qismu al-Arqo sangat sederhana. Sekolah ini didirikan menjawab tuntutan para alumnus Sekolah Rakyat (sekolah ongko loro) Muhammadiyah yang tidak bisa melanjutkan ke sekolah guru milik gubernemen. Informasi ini diperkuat oleh artikel dalam Soeara Muhammadijah terbitan Januari 1922 yang menyebutkan al-Qismu al-Arqo sebagai sekolah kelanjutan sekolah kelas dua (ongko loro). Muhammadiyah beberapa kali mengajukan permohonan persamaan ijazah dengan rekomendasi Boedi Oetomo, namun tidak juga diterima. Akhirnya KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1918 mendirikan Madrasah al-Qismu al-Arqo sehingga para alumnus sekolah rakyatnya bisa melanjutkan sekolah. Di samping itu, mereka juga dapat membantu mengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang lain.
Visi dan Misi Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta

  • Visi
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai institusi pendidikan Muhammadiyah tingkat menengah yang unggul dan mampu menghasilkan kader ulama, pemimpin, dan pendidik sebagai pembawa misi gerakan Muhammadiyah.
  • Misi
  1. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan Islam guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang ilmu-ilmu dasar keislaman, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya.
  2. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi untuk mendalami agama dan ilmu pengetahuan.
  3. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan kepemimpinan guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang akhlak dan kepribadian.
  4. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan keguruan guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang kependidikan.
  5. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan keterampilan guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang Wirausaha.
  6. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan kader Muhammadiyah guna membangun kompetensi dan keunggulan siswa di bidang organisasi dan perjuangan Muhammadiyah.
  • Tujuan Madrasah Mu'allimin :
Terselenggaranya pendidikan Pesantren yang unggul dalam membentuk kader ulama, pemimpin, dan pendidik yang mendukung pencapaian tujuan Muhammadiyah, yakni terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya


Sekilas Profil Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Pondok Pesantren Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta mula-mula didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1920 dengan nama “Qismul Arqa” atau sering disebut “Hogere School” yang berarti sekolah menengah tinggi. Sebuah nama yang cukup mentereng untuk ukuran zaman itu. Pada waktu itu, tempat belajarnya cukuplah menempati ruang makan yang sekaligus menjadi dapur keluarga K.H. Ahmad Dahlan. Tahun 1923 nama tersebut diganti menjadi “Kweekschool Islam”, lalu berubah lagi menjadi “Kweekschool Muhammadiyah”. Pelajarnya masih campuran, putra-putri. Pada tahun 1927 diadakan pemisahan, dengan mendirikan “Kweekschool Istri”. Akhirnya pada Kongres Muhammadiyah tahun 1930 di Yogyakarta kedua sekolah guru ini diganti lagi namanya menjadi “Madrasah Mu’allimin Mu’allimat”. Sebelum itu, yaitu pada tahun 1928, Kongres/Muktamar di Medan mengamanatkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengelola secara resmi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini sebagai tempat pendidikan calon kader pemimpin, guru agama dan mubaligh Muhammadiyah.
Sejak tahun 1921, Persyarikatan Muhammadiyah mulai berkembang ke luar wilayah Yogyakarta dan tahun 1930 telah merata hampir di seluruh pelosok Indonesia. Kweekschool Muhammadiyah Putra dan Putri yang telah diganti namanya dengan Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat juga mulai menampung pelajar dari luar Yogyakarta, bahkan dari luar Jawa. Pada umumnya mereka dikirim ke Yogyakarta resminya oleh cabang-cabang Muhammadiyah. Rupanya cabang-cabang  telah memiliki kesadaran untuk menempa calon pemimpin, guru dan mubaligh Muhammadiyah serta ‘Aisyiyah.
Setelah mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarahnya yang cukup panjang di bawah kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Siradj Dahlan (I), K.H.R.. Hadjid, K.H. Siradj Dahlan (II), K.H. Mas Mansyur (Direktur Kehormatan),  K.H.A.. Kahar Muzakkir, K.H. Aslam Zainuddin, K.H. Djazari Hisyam, H. Mh. Mawardi (I), H. Amin Syahri, H. Mh. Mawardi (II), lalu  timbul gagasan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan lebih meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran. Sehubungan dengan itu, maka pada tahun 1980 di bawah kepemimpinan Usatdz HMS. Ibnu Juraimi, terjadilah perubahan sistem pendidikan Mu’allimin yang sangat mendasar. Jikalau pada masa sebelumnya asrama belum menjadi satu kesatuan sistem dengan madrasah, maka sejak tahun 1980 itulah Mu’allimin mulai menganut sistem “long life education”. Pada sistem ini madrasah hanyalah merupakan sub sistem dari pondok pesantren. Langkah perubahan ini didasari pemikiran bahwa tujuan pendidikan Mu’allimin yang sesuai dengan idealisme hanya bisa dicapai dengan memadukan sistem madrasah dan  asrama.
Perpaduan antara kebutuhan persyarikatan (yakni : pencetakan kader-kader) dan kebutuhan umat saat itu (yakni : keinginan untuk memperoleh ijazah formal yang diakui oleh negara, sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi umum maupun agama) merupakan tuntutan yang tidak bisa dielakkan. Adapun langkah pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, memasukan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah sesuai Kurikulum 1975 (SKB 3 Menteri pada masa Menteri Agama Prof. Dr. A. Mukti Ali) ke dalam kurikulum Mu’allimin . Dengan cara ini para siswa Mu’allimin diharapkan  dapat mengikuti ujian Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Negeri. Kedua, para siswa diwajibkan tinggal di dalam Asrama/Pondok. Ketiga, pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris lebih diintensifkan lagi dengan tujuan mencetak siswa Mu’allimin yang handal dalam berbahasa asing, baik secara aktif maupun pasif.


1 komentar:

  1. Mohon bantuan Alumni Mu'allimat :

    http://waspadaniiz.wordpress.com/2015/06/06/marfu-datu-oktafiani/

    BalasHapus